Tentang Chikungunya

Virus Chikungunya adalah Arthopod borne yang ditransmisikan oleh beberapa spesies nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses) dan famili dari Togaviridae. Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavi virus).
Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut.

Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan Kairo; 1823 di Zanzibar ; 1824 di India ; 1870 di Zanzibar ; 1871 di India ;1901 di Hongkong , Burma, dan Madras ; 1923 di Calcuta.


Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan istilah “dengue”, ini dapat diartikan bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan Dengue. Istilah “Chikungunya ” berasal dari bahasa suku Swahili yang berarti “Orang yang jalannya membungkuk dan menekuk lututnya”, suku ini bermukim di dataran tinggi Makonde Provinsi Newala, Tanzania (yang sebelumnya bernama Tanganyika). Istilah Chikungunya juga digunakan untuk menamai virus yang pertama kali diisolasi dari serum darah penderita penyakit tersebut pada tahun 1953 saat terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam Chikungunya adanya gejala khas dan dominan yaitu nyeri sendi.

Dari tahun 1952 sampai kini virus telah tersebar luas di daerah Afrika dan menyebar ke Amerika dan Asia. Virus Chikungunya menjadi endemis di wilayah Asia Tenggara sejak tahun 1954. Pada akhir tahun 1950 dan 1960 virus berkembang di Thailand, Kamboja, Vietnam, Manila dan Burma. Tahun 1965 terjadi KLB di Srilanka.

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).

Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
Dari tahun 2000-2007 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada hampir semua provinsi dengan 18.169 kasus tanpa kematian.

Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit Chikungunya
Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit Chikungunya lebih sering terjadi di daerah sub urban.

Faktor Resiko
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara. Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus Chikungunya pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.

Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah :
1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi
2. Sistem pengelolaan limbah dengan penyediaan air bersih yang tidak memadai.
3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk ( sanitasi lingkungan yang buruk)

Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Anti bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.
(Sumber: Buku Chikungunya PP&PL Kemenkes RI)

Subscribe to receive free email updates: